Tiada Hari Tanpa Ber-Istighfar dan Bersykur

Kualitas Dirinya Setaraf atau Lebih Baik

Disebutkan dalam Hadits berikut:
"Manusia itu ibarat barang tambang, ada yang emas dan ada yang perak.Mereka yang terbaik pada zaman Jahiliyah, tetap terbaik pula pada zaman Islam, asalkan mereka memahami agama." (H.R. Bukhari)" 

Penjelasan :

Hadits di atas menerangkan bahwa kualitas manusia berbeda-beda sebagaimana kualitas barang tambang; ada emas, perak, perunggu dan lainnya. Kualitas orang dinilai baik bilamana ia mendapatkan pendidikan dan pembinaan yang baik, terutama sekali pendidikan dan pembinaan agama sebagaimana yang diajarkan oleh Islam.
Kualitas yang dituntut oleh Islam bukanlah kualitas materiil, melainkan kualitas keagamaan mencakup pengetahuan, intelektual, mental, emosi, ketaatan serta kesungguhan dan keteguhan berpegang pada ajaran Allah dan Rasul-Nya.
Pengetahuan agama yaitu pengetahuan tentang Al-Qur'an dan Hadits Nabi SAW sebagai sumber ajaran Islam.
Intelektual yaitu kemampuan untuk menggunakan akal secara jernih untuk memecahkan kesulitan.
Mental yaitu pikiran dan sikap yang baik sehingga tahu bagaimana seseorang harus berlaku baik kepada orang lain sesuai tuntunan Islam dan mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya.
Emosi yaitu kemampuan untuk bersikap tenang dan mengendalikan perasaan sehingga tidak dikuasai oleh perasaan permusuhan, kebencian, atau marah
dalam menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan.
Ketaatan yaitu kesungguhan secara ikhlas mengikuti aturan-aturan agama dan aturan lain yang tidak menyalahi agama.
Kesungguhan dan keteguhan adalah kemantapan berpegang pada aturan agama walaupun menghadapi berbagai macam rintangan.
Seseorang harus memiliki keenam hal tersebut agar tidak mudah terjerumus ke dalam kesalahan dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya.
Untuk mengetahui kualitas diri dan pribadi calon suami dapat ditempuh upaya-upaya antara lain:
1. Mengetes yang bersangkutan tentang hal-hal berikut:
1.a. Pengetahuan agamanya.
1.b. Inteletualnya, misalnya dengan menanggapi bagaimana sikapnya bila dia tidak mempunyai uang untuk pulang, sedangkan dia mendapat kabar orang tua di kampung sakit keras.
1.c. Mentalnya, misalnya dengan menanggapi bagaimana sikapnya bila dia diamanahi uang untuk disampaikan kepada orang lain, sedangkan pada saat yang sama dia memerlukan uang untuk berobat.
1.d. Emosinya, misalnya dengan menanggapi apa yang dia lakukan bila terlambat mendapat bagian makanan.
1.e. Ketaatannya, misalnya dengan menanggapi bagaimana sikapnya jika dia dilarang masuk ke suatu ruangan, sedangkan di tempat itu dompetnya tertinggal.
1.f. Kesungguhan dan keteguhan, misalnya dengan menanggapi bagaimana sikapnya bila disuruh menjaga pintu keluar masuk karyawan, apakah orang yang terlambat dilarang dengan tegas supaya tidak masuk walaupun ia saudaranya sendiri atau calon sitri.
2. mengetahui tingkat pendidikan yang bersangkutan karena hal ini berpengaruh pada intelektualitasnya. Semakin tinggi tingkat pendidikannya, akan semakin tinggi pula intelektualnya. Dengan tingkat intelektual yang tinggi, seseorang akan mampu memecahkan permasalahan secara rasional dan baik. Hal ini amat diperlukan oleh seseorang yang menjadi pimpinan dan penanggung jawab rumah tangga.
Dengan mengetahui kualitas calon suami, perempuan yang akan menjadi istrinya akan dapat mengukur apakah yang bersangkutan setaraf dengan dirinya atau tidak.
Pasangan suami istri yang memiliki kualitas pribadi yang setaraf akan bisa menciptakan pergaulan yang baik sehingga tidak akan terjadi kesenjangan pikiran. Adanya perbedaan kualitas diri suami dan istri akan menimbulkan kesulitan dalam mengadakan komunikasi yang baik dan kesulitan untuk saling memahami keinginan yang masing-masing.
Walaupun menurut agama tidak ada larangan menjalin perkawinan dengan pasangan yang miliki perbedaan kualitas diri dalam praktek pergaulan sehari-hari hal ini dapat menumbulkan dampak negatif. Hal semacam ini tentu tidak dikehendaki oleh siapapun.
Para perempuan memang sangat mendambakan calon suaminya memiliki kelebihan daripada dirinya supaya perjalanan hidup rumah tangganya dipenuhi suasana
bahagia dan penuh kesejahteraan. Islam pun menegaskan bahwa salah satu dari fungsi perkawinan adalah terciptanya suasana akrab sakinah, mawaddah dan
rahmah. Semua ini hanya bisa dicapai bila laki-laki yang menjadi suaminya benar-benar berkualitas dan berpribadi baik.
Jadi, para perempuan benar-benar harus memperhatikan kualitas calon suaminya apakah lebih baik, setaraf ataukah lebih rendah daripada dirinya.
Bila laki-laki yang dimaksud setaraf atau lebih baik, orang semacam ini sangat baik menjadi suami. Akan tetapi, jika lebih rendah, hendaklah mereka mempertimbangkan penerimaanya sebagai suami. Hal ini perlu dilakukan sebab dengan kualitas suami yang lebih rendah besar kemungkinan akan timbul
banyak permasalahan dalam membina rumah tangga kelak. Berumah tangga dengan suami semacam itu tentu akan lebih sulit menciptakan suasana harmonis,
bahagia dan penuh kasih sayang. Bukankah tujuan berumah tangga adalah meraih kehidupan yang lebih bahagia, penuh ketenangan dan kasih sayang.