Allah berfirman dalam beberapa ayat berikut:
"...Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman" (Q.S. An-Nisaa' : 141)
"...Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman" (Q.S. An-Nisaa' : 141)
"...Mereka tiada henti-hentinya memerangi kamu sampaimereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran) seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat; dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (Q.S. Al-Baqarah : 217)
"...Janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik
daripada orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke syurga dan ampunan dengan izin-Nya..."
(Q.S. Albaqarah : 221)
daripada orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke syurga dan ampunan dengan izin-Nya..."
(Q.S. Albaqarah : 221)
Penjelasan:
Menurut ahli Tafsir, ayat pertama dinyatakan sebagai suatu ketentuan melarang orang Islam mengangkat orang kafir menjadi pemimpinnya atau penguasanya. Termasuk dalam pengertian mengangkat orang kafir sebagai pemimpin atau penguasa adalah menjadikan laki-laki non-muslim sebagai suami bagi wanita muslim, karena suami memiliki kekuasaan terhadap istrinya.
Ayat kedua menerangkan bahwa kaum muslimin dilarang menyerahkan wanita muslim kepada laki-laki kafir, termasuk mengawinkan wanita muslim dengan laki-laki non-muslim.
Ayat ketiga menjelaskan bahwa orang-orang kafir baik yang beragama Yahudi, Nasrani, maupun yang lain, selalu berusaha untuk menghancurkan agama Islam dan mengembalikan orang-orang yang beragama Islam kepada kekafiran. Oleh karena itu, untuk mencegah agar wanita-wanita muslim tidak menjadi sasaran
usaha pemurtadan oleh orang-orang non-muslim, kaum muslimin dilarang mengawinkan wanita-wanita muslim dengan laki-laki kafir, apapun agamanya.
Ayat keempat melarang kaum muslimin umumnya, dan wali atau orang tua dari perempuan-perempuan muslim khususnya, untuk mengawinkan para perempuan ini
dengan laki-laki musyrik atau kafir.
dengan laki-laki musyrik atau kafir.
Ketentuan-ketentuan di atas dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada kaum perempuan muslim agar mereka tidak menjadi obyek bagi musuh-musuh islam dalam usahanya melemahkan kaum muslimin dan menghancurkan Islam dari permukaan bumi ini.
Perkawinan merupakan jalan bagi orang-orang kafir untuk memaksakan kehendaknya dengan leluasa terhadap keluarga agar mengikuti agama mereka.
Hal ini bisa terjadi sebab suami oleh Islam ditempatkan sebagai pemimpin dan penguasa dalam rumah tangga yang harus ditaati oleh istri. Dengan kekuasaannya para suami kafir mudah sekali memurtadkan istri dari Islam dan mengajak anak-anaknya mengikuti agamanya. Dengan cara semacam ini jumlah kaum muslimin lama-kelamaan akan menjadi berkurang dan kekuatannya menjadi lemah. Hal semacam ini sudah tentu sangat membahayakan perkembangan umat Islam dan sekalipun merusak kemurnian ajaran Islam.
Hal ini bisa terjadi sebab suami oleh Islam ditempatkan sebagai pemimpin dan penguasa dalam rumah tangga yang harus ditaati oleh istri. Dengan kekuasaannya para suami kafir mudah sekali memurtadkan istri dari Islam dan mengajak anak-anaknya mengikuti agamanya. Dengan cara semacam ini jumlah kaum muslimin lama-kelamaan akan menjadi berkurang dan kekuatannya menjadi lemah. Hal semacam ini sudah tentu sangat membahayakan perkembangan umat Islam dan sekalipun merusak kemurnian ajaran Islam.
Karena kekuasaan dan wewenang untuk memimpin keluarga diberikan kepada suami, Islam menegaskan adanya larangan bagi kaum muslimin untuk
mengawinkan perempuan-perempuan mereka dengan laki-laki non-muslim atau kafir.
mengawinkan perempuan-perempuan mereka dengan laki-laki non-muslim atau kafir.
Bilamana ada orang yang beranggapan bahwa tidak semua laki-laki non-muslim berusaha menghancurkan atau merusak islam, setidak-tidaknya merusak
keislaman wanita muslim yang menjadi istrinya atau anak-anaknya kelak, anggapan semacam ini SALAH!!! Dikatakan demikian sebab hal tersebut
bertentangan dengan penegasan Allah bahwa:
keislaman wanita muslim yang menjadi istrinya atau anak-anaknya kelak, anggapan semacam ini SALAH!!! Dikatakan demikian sebab hal tersebut
bertentangan dengan penegasan Allah bahwa:
- Orang Yahudi atau Nasrani tidak akan senang kepada orang Islam sebelum yang bersangkutan dapat dikafirkan. (Q.S. Al-Baqarah : 217)
- Orang musyrik yang lain juga bersikap semacam hal tersebut di no.1 kepada orang Islam. (Q.S Al-Baqarah : 105)
- Orang Islam tidak boleh berkumpul jadi satu dengan orang kafir atau musyrik. (Q.S. An-Nisaa' : 140)
- Orang Islam tidak boleh dipimpin oleh orang kafir dalam urusan apapun, termasuk urusan keluarga. (Q.S. Ali Imran : 118)
Wanita muslim yang kawin dengan lelaki non-muslim, apakah dia Nasrani, Hindu, budha, Kong Hu Cu, atau yang lain-lain, berarti telah melakukan
yang haram. Dikatakan demikian sebab wanita muslim hanya dihalalkan bersuamikan seorang laki-laki muslim.
yang haram. Dikatakan demikian sebab wanita muslim hanya dihalalkan bersuamikan seorang laki-laki muslim.
Wanita muslim yang melanggar ketentuan ini berarti telah melakukan perkawinan yang tidak sah walaupun menurut hukum negara perkawinannya sah.
Hubungan seksual dilakukan dinilai sebagai perbuatan zina. Oleh karena itu, anak yag dilahirkan dari perkawinan semacam ini adalah anak zina.
Apabila ia bersikeras kawin dengan laki-laki non-muslim dengan mengabaikan ketentuan Allah dan Rasul-Nya, yang bersangkutan telahmurtad dari agamanya
karena telah mengingkari ketentuan tegas dari Allah dan Rasul-Nya.
karena telah mengingkari ketentuan tegas dari Allah dan Rasul-Nya.
Wanita muslim yang kawin dengan laki-laki non-muslim akan mengalami kerugian duniawi dan ukhrawi.
Di dunia ia akan mengalami kemerosotan aqidah sehingga kecintaannya kepada agama semakin lemah dan semangatnya untuk dekat dengan Allah semakin luntur. Kondisi kejiwaan semacam ini pasti akan menimbulkan kebimbangan dan keraguan dan akhirnya akan menimbulkan perasaan bingung dan cemas bila menghadapi problem kehidupan yang serius.
Adapun kerugian ukhrawi kelak ialah dia akan menghadapi adzab dan siksa dari Allah sejak masuk ke liang kubur sampai hari kebangkitan yang kemudian diteruskan dengan adzab neraka. Kerugian semacam ini sudah pasti merupakan penderitaan mahaberat, karena yang bersangkutan tidak dapat menyelamatkan diri dari kepungan siksa dan adzab tersebut.
Setiap muslim atau orang tua atau walinya haruslah lebih dahulu mengecek keislaman laki-laki yang meminta dirinya atau anak atau perempuan dibawah
perwaliannya sebagai istri.
perwaliannya sebagai istri.
Untuk mengetahui apakah laki-laki calon suami itu seorang muslim atau bukan, ia dapat menanyai yang bersamgkutan. Jika kurang puas dengan jawabannya, mereka dapat menyelidiki keluarganya. Jika ternyata keluarganya non-muslim, hal ini bukan berarti dirinya juga bukan muslim, sebab boleh jadi dia sendiri muslim.
Keyakinan yang bersangkutan dapat juga ditanyakan kepada tetangga dekatnya atau tokoh muslim di tempat tinggalnya atau teman-teman dekatnya yang sehari-hari mengetahui perilaku yang bersangkutan dalam beragama. Selain itu, dapat juga ia meneliti keterangan yang tercantum dalam KTP-nya (Id-Card) atau mengujinya tentang beberapa prinsip mengenai Islam.
Pertanyaan-pertanyaan prinsip itu antara lain tentang rukun islam, rukun iman, syarat-syarat sholat, shalat-shalat wajib dan jumlah raka'at tiap-tiap shalat, waktu puasa, rukun puasa, hari raya dalam Islam, dan permulaan hitungan tahun Islam.
Dengan cara-cara di atas kita dapat mengetahui apakah laki-laki tersebut benar-benar muslim atau bukan.
Jika dia bukan seorang muslim, perempuan tersebut harus menolak lamarannya. Bila ternyata laki-laki tersebut mau memeluk Islam, hendaklah yang bersangkutan diuji dulu keislamannya beberapa lama sehingga dapat dibuktikan apakah dia beragama Islam secara ikhlas atukah hanya berpura-pura. Insya Allah, dengan cara ini akan dapat menghindarkan perempuan muslim dari perangkap laki-laki kafir.
Ringkasnya, perempuan muslim tidak boleh bersuamikan laki-laki non-muslim karena hal itu sudah pasti akan merusak agamanya dan melanggar larangan Allah. Menjadi istri orang kafir berarti berada di bawah kepemimpinan orang kafir yang dilarang oleh Islam dan mengingkari hukum Allah.